Current Issue Desember 2022

Bali Civil Society and Media Forum (BSCMF) 2022: Solidaritas, Kunci Menghadapi Tantangan Global

Pertemuan Bali Civil Society and Media Forum (BCSMF) atau Forum Masyarakat Sipil dan Media ke-5 te[1]lah diselenggarakan pada tanggal 6-7 Desember 2022 di Bali, mendahului Bali Democracy Forum (BDF) dengan tema yang sama, yaitu “Democracy in a Changing World: Leadership and Solidarity”.

Tema ini sejalan dengan situasi global pandemi Covid-19 yang belum berakhir, dan terdapat ketegangan geopolitik, krisis pangan, dan energi yang menjadi tantangan tersendiri bagi demokrasi yang diharap[1]kan memberikan akses kebutuhan utama masyarakat (public goods), seperti stabilitas dan kesempatan ekonomi, serta kesehatan, pangan, dan energi.

BCSMF 2022 dibuka oleh Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Teuku Faizasyah, yang menekankan pentingnya memperkuat kepimpinan demokratis yang mendorong dialog dan tanggung jawab bersama, serta mendorong semangat solidaritas antar masyarakat, dan antar negeri untuk menghadapi tantangan global dewasa ini.

Sementara itu, Plt. Ketua Dewan Pers, M. Agung Dharmajaya, yang juga turut menyampaikan sambutan, menyampaikan bahwa negara[1]negara dengan pencapaian pembangunan sosial yang seimbang dan sistem demokrasi yang stabil adalah negara-negara yang menghormati Hak Asasi Manusia secara esensial, seperti kebebasan berek[1]spresi dan kebebasan pers.

Forum membahas mengenai refleksi hampir 15 tahun BDF dan kontribusi yang dihasilkan dalam mempromosikan demokrasi, serta langkah kedepan untuk memperkuat peran BDF. Forum juga membahas mengenai peran demokrasi dalam menyediakan kebutuhan mendasar masyarakat, kepemimpinan demokratis dan solidaritas global, serta peran media dan masyarakat madani dalam mendukung demokrasi.

BCSMF ke-5 diikuti oleh insan media dan masyarakat madani dari 15 negara, antara lain Inggris, Malade[1]wa, Sri Lanka, Jerman, Malaysia, Spanyol, dan Korea Selatan. Dewan Pers Timor Leste juga turut menghadiri BCSMF sebagai peserta.

Sementara itu, BDF sendiri adalah forum penting di kawasan Asia dan Pasifik untuk melakukan dialog antar negara untuk memajukan nilai[1]nilai demokrasi, dan meningkatkan rasa saling percaya dan menghargai di antara bangsa-bangsa. Landasan BDF semakin diperkokoh dengan Road to BDF yang melibatkan pi[1]lar masyarakat madani dan media melalui BCSMF.

Pertemuan BCSMF ke-5 dilaksanakan oleh Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI), bekerja sama dengan Dewan Pers Indonesia dan Institute for Peace and Democracy (IPD), serta sejumlah mitra Civil Society Organiza[1]tions (CSOs), yaitu Frie[1]drich-Ebert-Stiftung (FES), Westminster Foundation for Democracy (WFD), dan Asia Democracy Research Network (ADRN).

Teuku Faizasyah me[1]negaskan bahwa BSCMF diselenggarakan sebagai platform bagi masyarakat sipil dan media untuk membahas demokra[1]si secara total, baik sebagai konsep maupun masuk ke sistem pemerintahan. BSCMF merupakan forum untuk bertukar pandangan tentang tantangan yang menghadang demokrasi. Menurutnya, sangat penting ketika membahas demokrasi dari perspektif media dan masyarakat sipil dari lintas daerah.

“Saya yakin kita akan mendengar spektrum perspektif apa ketika kita akan membahas tema demokrasi dalam kepemimpinan dan solidaritas dunia yang terus berubah,” katanya. Faizasyah mengatakan gejolak dunia beserta tantangannya mempengaruhi pondasi demokrasi dan kemanusiaan. Ancaman eksis[1]tensial yang luas yang disebabkan oleh bencana buatan manusia seperti perang hingga bencana global akibat perubahan iklim, turut melatarbelakangi forum-forum dunia untuk lebih mempererat kolaborasi.

“Bahkan dunia menghadapi peng[1]gelinciran dan kemunduran serta komitmen untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan pada tahun 2030,” ujarnya. Begitupun imbas bagi demokrasi. Oleh karena itu, ada kebutuhan untuk meningkatkan kerja sama dan tata kelola internasional internasional untuk memastikan demokrasi rakyat terpenuhi.

Pada forum dua hari ini, Kemlu mengajak para peserta dari ber[1]bagai negara, Civil Society Organi[1]zations (CSOs), media, dan akade[1]misi untuk membahas demokrasi agar menjadi tukar pengalaman dan best practice. “Poin pertama adalah inklusivitas. Demokrasi bukanlah tujuan, melainkan sarana untuk mencapai. Untuk proses demokrasi, kita perlu memperkuat penghormatan terhadap hak asasi manusia demi melawan intoleransi dan diskriminasi,” ujarnya.

Menurutnya, legitimasi dan rele[1]vansi demokrasi juga dinilai antara lain dari kemampuannya menyediakan akses yang adil dan merata terhadap barang publik seperti ketahanan pangan, energi, serta kesehatan. Oleh karena itu, harus ada pembahasan tentang bagaimana praktik good governance yang berpedoman dengan nilai demokrasi.

Tujuan lain forum ini adalah adanya kebutuhan memperkuat kepemim[1]pinan demokratis melalui dialog dan membangun stabilitas. Tiap negara memiliki kepentingan dan kebutuhan nasional masing-masing sehingga selalu ada potensi konflik kepentingan antar negara. Oleh karena itu, perlu mempro[1]mosikan kepemimpinan demokratis yang dapat menjembatani perbedaan kepentingan. Selain itu, perlu juga melayani tanggung jawab yang sama untuk mempromosikan tata kelola global yang lebih demokratis.

Hal lain yang juga penting ada[1]lah kebutuhan untuk mendorong semangat solidaritas. Dorongan tersebut penting jika melihat gangguan global yang disebabkan oleh pandemi dan ketidakpastian global yang sedang berlangsung. Solidaritas dapat diterjemahkan menjadi upaya dan tindakan untuk membentuk tata kelola global yang menjamin akses publik untuk semua dan tidak ada yang tertinggal.  Pembahasan tujuan demokrasi dan semangat solidaritas dapat mendorong donasi dan empati di antara masyarakat.

Don`t copy text!