Bali Democracy Forum (BDF) ke[1]15 telah sukses diselenggarakan pada 8 Desember 2022, dengan mengusung tema Democracy in a Changing World: Leadership and Solidarity. BDF merupakan forum tahunan tingkat menteri yang memfasilitasi ruang inklusif untuk mempromosikan nilai-nilai demokrasi yang bersifat universal dan tumbuh dari tataran lokal masing-masing negara (home[1]grown democracy). Kendati dilaksanakan secara hybrid, mayoritas peserta hadir secara fisik. BDF-15 sekaligus menjadi refleksi atas capaian selama 1,5 dekade dalam pemajuan demokrasi.
Sebagai ajang tahunan yang di[1]prakarsai Kementerian Luar Negeri RI sejak 2008, Indonesia melalui BDF terus berupaya membangun arsitektur kawasan Asia-Pasifik yang progresif-demokratis. Lebih dari satu dekade, BDF menyediakan wadah dialog konstruktif untuk berbagi pengalaman dan praktik terbaik demokrasi yang menjunjung nilai-nilai seperti kesetaraan (equality), saling memahami dan menghormati (mutual understanding and respect), serta inklusivitas (inclusivity) dalam mengelola keberagaman.
Pada tahun ini, BDF hadir dengan konsep baru. BDF-15 dilaksanakan dalam format talkshow dengan menghadirkan pembicara ahli (expert speakers) agar lebih interaktif bagi peserta dan pembicara. Para panelis duduk saling berhadapan dalam satu meja yang dikelilingi para audiens dari berbagai negara. Ada 323 peserta dari 112 negara dan 5 organisasi internasional. Terhitung partisipanin situ berjumlah 271 dan 56 lainnya hadir secara virtual.
Acara puncak BDF dibuka oleh Menlu RI Retno L.P. Marsudi. Menlu RI mengutip pesan virtual dari Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (Sekjen PBB) António Guterres yang menyoroti adanya indikasi kemunduran demokrasi di tingkat global. Hal tersebut menjadi tantangan dalam kerangka kerja multilateral dalam memastikan ketersediaan komoditas publik di sektor kesehatan, pangan, energi, perdamaian, dan keamanan, bagi segenap komunitas global.
Terdapat penemuan-penemuan ilmiah yang mengindikasikan ke[1]munduran atau stagnasi demokrasi di berbagai belahan dunia. Pertama, laporan International IDEA tidak menampik bahwa di negara demokrasi yang sudah mapanpun dilanda kemunduran atau stagnasi. Kedua, Freedom House melaporkan adanya kemunduran demokrasi selama 16 tahun ber[1]turut-turut. Sementara V-Dem In[1]stitutue menyampaikan rata-rata kualitas demokrasi menurun ke level 30 tahun yang lalu. Lalu, data dari The Economist Intelligence Unit pada 2021 Democracy Index menunjukkan rezim otoriter semakin meluas dan persentase masyarakat di lingkungan demokrasi menurun hingga kurang dari 50%
Ada 2 subtema yang dibahas, yakni Fair and Equitable Access for Global Public Goods: Democratic Response, dan Democracy at the Crossroad: Shaping Governance in the New Global Landscape. Panelis terdiri dari sejumlah nara[1]sumber tersohor. Akademisi dan praktisi kenamaan mengisi panel diskusi sebagai pembicara, dan dipandu oleh moderator interaktif. Topik diskusi pertama membahas Fair and Equitable Access for Global Public Goods: Democratic Response dengan menghadirkan Menteri Luar Negeri Ekuador (secara virtual), Menteri Luar Negeri Pakistan, pembicara ahli Matthew Hedges dan Gita Wirjawan, serta Andini Effendi selaku moderator. Pada sesi selanjutnya, diskusi mengangkat topik Democracy at the Crossroad: Shaping Governance in the New Global Landscape. Suhasini Haidar memandu jalannya diskusi yang diisi oleh Menteri Urusan Pasifik Selandia Baru dan Wakil Menteri Republik Ceko. Ada[1]pun Dr. N. Hassan Wirajuda dan Dr. Ian Wilson hadir sebagai pembicara.
Dari kedua subtema di atas, BDF[1]15 diharapkan mencapai tujuan penguatan kapasitas demokrasi dalam membawa akses setara dan adil pada komoditas publik di tingkat nasional dan global. Data yang diperoleh dari V-Dem Institute pada Januari 2022, demokrasi menyediakan akses lebih banyak pada sejumlah komoditas termasuk air (+23%), imunisasi (+35%), listrik (+40%), dan jaringan internet (+300%), ketimbang otokrasi. Dengan demikian, demokrasi tetap menjadi sistem pemerintahan yang paling efektif dalam menya[1]lurkan kebutuhan masyarakat.
Rangkaian BDF ditutup secara resmi oleh Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik (Dirjen IDP) Teuku Faizasyah. Dirjen IDP menegaskan kembali kontribusi nyata dari pemerintahan yang demokratis dalam menangani tantangan terkini. Indonesia sendiri sukses menanggulangi COVID-19 dan dampaknya dengan pemenuhan vaksin bagi masyarakat, salah satunya lewat mekanisme CO[1]VAX-AMC Engagement Group sebagai Co-Chair. Menghadapi tantangan mendatang, Indonesia akan fokus pada pemantauan dan evaluasi seluruh rekomendasi kebijakan dan rencana aksi yang dihasilkan BDF, sehingga penye[1]lenggaraan BDF disesuaikan menjadi dua tahun sekali.[]
Add Comment