Desember 2021 Previous Issue

FINANCE TRACK MEETING PENGUATAN STABILITAS SEKTOR KEUANGAN UNTUK PEMULIHAN EKONOMI BERKELANJUTAN

Rangkaian acara Presidensi G20 terbagi atas pertemuan tingkat tinggi kepala negara, pertemuan tingkat menteri dan deputi, serta pertemuan kelompok kerja yang beranggotakan para ahli. Adapun acara pertama telah dimulai dengan sherpa meeting di Jakarta pada 7-8 Desember 2021. Kemudian dilanjutkan dengan Pertemuan Pertama Tingkat Deputi Keuangan dan Bank Sentral (finance track) di Nusa Dua, Bali pada 9-10 Desember 2021.Banyak negara anggota G20 tidak bisa hadir secara fisik imbas penyebaran varian baru virus Omicron. Hanya delapan negara dan 22 lembaga internasional maupun regional yang hadir secara langsung melalui delegasi atau perwakilannya. Peremuan G20 finance track dilakukan secara virtual, luring, dan hybrid dalam waktu bersamaan. Hal ini mengingat banyak negara tidak bisa hadir secara langsung.

Kick off finance track  G20 dibuka oleh Menteri Keuangan Italia Daniele Franco, Menteri Keuangan India Nirmala Sitharaman, dan  Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati. Media center  dan  venue pertemuan finance track dipisah mengikuti kebijakan protokol kesehatan dan protokol COVID-19. Acara seminar dan jumpa pers pun hanya dilakukan secara daring melalui layar besar. Media center berada di Grand Hyatt, sedangkan rangkaian pertemuan deputi keuangan dan bank sentral dunia ini digelar di Bali Nusa Dua Convention Center. Venue pertemuan  finance track  dirancang dengan suasana yang kental akan budaya Indonesia. Ada pertunjukan gamelan Bali, pameran produk batik, kerajinan tangan, hingga sajian makanan khas dari berbagai daerah. Ada pula menu kopi lokal dari Sabang sampai Merauke.

Dilansir dari kemenkeu.go.id, pertemuan Finance and Central Bank Deputies Meeting (FCBD) ini menandai dimulainya Presidensi G20 Indonesia di jalur keuangan (finance track) dengan  pembahasan agenda yang produktif  dan mendapat apresiasi dari anggota G20,  negara terundang maupun organisasi internasional. Hal ini terungkap dalam konferensi pers Staf Ahli Bidang Makro Ekonomi dan Keuangan Kementerian Keuangan, Wempi Saputra, dan Deputi Gubernur Bank Indonesia, Dody Budi Waluyo, pada Jumat (10/12) di Nusa Dua, Bali.

“G20 merupakan forum kerjasama internasional dimana agenda-agenda reformasi tata ekonomi global dibahas,” kata Wempi Saputra. Menurutnya, dengan menjadi Presidensi G20, Indonesia memimpin pembahasan agenda-agenda reformasi ekonomi dan keuangan global untuk menciptakan tata kelola dan lingkungan operasional ekonomi dan keuangan dunia yang lebih baik serta mendukung proses pemulihan ekonomi global yang sedang berlangsung.

Pada kesempatan yang sama, Dody Budi Waluyo menyampaikan bahwa kualitas persiapan Presidensi Indonesia diapresiasi oleh seluruh peserta dari sisi penyiapan susbtansi maupun penyelenggaraan acara yang berlangsung secara hybrid dengan protokol kesehatan yang ketat. “Kami mengapresiasi seluruh peserta Finance Track atas kolaborasi antarinstansi yang kuat, dukungan dari Pemerintah Provinsi Bali dan juga rekan-rekan media,” tambah Dody.  

Sebagai informasi, FCBD membahas enam topik yang dibagi dalam enam sesi. Isu utama yang dibahas pada sesi pertama antara lain: (i) prospek ekonomi global dan risiko; (ii) normalisasi kebijakan terkait pandemi; (iii) dampak jangka panjang pandemi. Pada pembahasan normalisasi kebijakan terkait pandemi, mayoritas anggota menyampaikan pentingnya koordinasi distribusi vaksin dan kebutuhan pembiayaan vaksin, perlunya komunikasi dan pentahapan yang tepat dalam melakukan normalisasi kebijakan. Selain itu, reformasi struktural untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas dinilai dapat mendukung upaya mengatasi dampak jangka panjang pandemi.

Pada sesi kedua, pembahasan yang dilakukan mencakup: (i) jaring pe[1]ngaman keuangan internasional; (ii) isu-isu hutang negara miskin; (iii) mata uang digital Bank Sentral (Central Bank Digital Currency). Pembahasan fokus pada peran G20 menjaga stabilitas keuangan global di tengah meningkatnya ketidakpastian, serta upaya bersama dalam mengatasi risiko dan mendukung negara-negara rentan. 

Selanjutnya, pada sesi ketiga dilakukan pembahasan terkait bagaimana memperkuat stabilitas sektor keuangan untuk mendorong pemulihan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Pembahasan pada agenda regulasi sektor keuangan mencakup normalisasi kebijakan terkait pandemi di sektor keuangan agar dapat mendukung

pemulihan dan tetap menjaga stabilitas sektor keuangan. Selain itu, dibahas upaya untuk mengatasi dampak jangka panjang dari pandemi di sektor keuangan de[1]ngan melanjutkan reformasi sektor keuangan guna memperkuat ketahanan sektor keuangan dan mendorong intermediasi. Agenda lain yang juga diangkat meliputi upaya memperkuat ketahanan lembaga keuangan nonbank (NBFI), terutama yang terkait dengan upaya memitigasi risiko, identifikasi risiko keuangan digital, serta upaya mendorong peran sektor keuangan dalam mendukung pembiayaan berkelanjutan serta upaya memperluas inklusi keuangan.

Untuk sesi keempat dibahas mengenai keuangan berkelanjutan yang berkaitan dengan agenda-agenda terkait lingkungan dimana para Deputi menyampaikan dukungan untuk transisi menuju ekonomi hijau yang lebih adil dan terjangkau. Kemudian, pada sesi kelima didiskusikan isu mengenai infrastruktur berkualitas dan berkelanjutan. Para Deputi juga membahas mengenai pentingnya inklusivitas infrastruktur pada pemerintah daerah. Dan pada sesi terakhir, dibahas mengenai perpajakan internasional dimana para Deputi sepakat untuk dapat segera mengimplementasikan Pilar 1 dan Pilar 2 untuk menciptakan arsitektur perpajakan yang lebih adil dan stabil.[

Don`t copy text!