Current Issue Desember 2022

Kerjasama Multilateral di Tengah Kompleksitas Situasi Global

Inclusive and meaningful engage[1]ment must trump above take it or leave it approach,

The voices of all countries … big and small … developed and developing … equally matter

Kutipan di atas adalah bagian dari pernyataan Menlu RI, Retno Marsudi, saat Debat Umum Sidang ke-77 Majelis Umum PBB (United Nations General Assembly/UNGA) pada 26 September 2022, mewakili pandangan Indonesia terhadap kondisi global yang sangat tidak kondusif.

Pandemi COVID-19 dan dampaknya bagi dunia belum berakhir. Sementara itu, perang antara Rusia dan Ukraina tidak hanya memperumit persaingan geopolitik global, tetapi juga menciptakan triple crises (pangan, energi, dan keuangan).

“tugas kita bukannya untuk mempertahankan dunia ini, akan tetapi untuk membangun dunia kembali”. Bung Karno

Fenomena global saat ini, yakni situasi ketika resesi dibarengi dengan tumbuhnya ultra-nasionalis[1]medan persaingan geopolitik, mengingatkan kita pada situasi menjelang pecahnya Perang Dunia II. Jika sebagian negara-negara di dunia tetap mengedepankan pendekatan yang unilateralis dan kompetitif, maka dunia akan mengarah ke konflik global.

Kekhawatiran tersebut juga ditegaskan Menlu pada Sidang ke-77 yang dihadiri 128 kepala negara/pemerintahan. Sejalan dengan tema yang diangkat PBB, yaitu “A Water[1]shed Moment: Transformative Solutions to Interlocking Challenges”, Menlu RI mendesak dunia internasional untuk menerapkan sejumlah paradigma baru. Yakni, paradigma yang mengedepankan semangat win-win, dan bukan zero-sum. Serta paradigma yang menekankan pada kolaborasi yang utuh, bukan kolaborasi minimalis yang diwarnai kecurigaan.

Pandangan di atas direfleksikan secara konsisten selama Sidang ke-77, yang juga dihadiri Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Menteri Kesehatan, dan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Bahkan, paradigma di atas menjadi “roh” Delegasi Indone[1]sia, sejalan dengan misi-misi utama selama Sidang Majelis Umum (SMU) ke-77

Ada empat poin penting yang diinisiasi Indonesia untuk mendorong penguatan paradigma tersebut. Pertama, menguatkan semangat multilateralisme, termasuk yang digalang Indonesia melalui Presidensi G20. Inisiatif “G20 Action for Strong and Inclusive Recovery’’, yang disepakati di Bali, merupakan salah satu hasil nyata Presidensi.

Indonesia. Inisiatif tersebut meng[1]galang kolaborasi internasional ber[1]nilai lebih dari USD 238 miliar guna membantu negara berkembang dalam sektor kesehatan, transformasi digital, dan transisi energi, serta berbagai sektor lainnya yang bermanfaat bagi pemulihan global.

Di tengah situasi dunia yang terkotak-kotak, keberhasilan tersebut layak diacungi jempol. Tidaklah mengherankan jika Sekjen PBB, Antonio Guterres, mengapresiasi Indonesia, sebagaimana pernyataannya berikut ’’…Indonesia has demonstrated an enormous capacity to bring parties together to promote dialogue and to try to push for solutions.’

Poin kedua, menyerukan revitalisasi semangat multilateralisme dan perdamaian, serta membangun strategic trust melalui dialog dan kerja sama. Upaya Indonesia dalam membangun strategic trust tercermin antara lain dari kunjungan Presiden Joko Widodo ke Ukraina dan Rusia pada bulan Juni 2022

Ketiga, mendorong PBB untuk mengambil peran lebih berarti dalam penanganan tantangan global, khususnya pemulihan ekonomi dan perubahan iklim. Untuk itu, diperlukan Reformasi PBB yang berdasarkan pada paradigma kolaborasi dan pendekatan yang inklusif.

Keempat, memperkuat arsitektur kesehatan global, termasuk akses setara untuk vaksin dan peralatan medis, kemandirian negara dalam industri kesehatan, inovasi, dan dukungan pendanaan untuk ketahanan kesehatan global yang lebih baik.

Indonesia juga menyoroti beberapa isu global seperti krisis pangan dan kemiskinan. Sekitar 200 juta orang di 53 negara mengalami kelaparan akut. Sementara menurut Bank Dunia, terdapat sekitar 3.6 miliar penduduk miskin pada September 2022. Karenanya, Indonesia meminta negara-negara menghentikan konflik dan memberi perhatian pada pengentasan kemiskinan dan penguatan rantai pasok pangan.

Palestina tetap menjadi salah satu prioritas yang tidak pernah ditinggalkan. Lewat partisipasi pada Pertemuan Tingkat Menteri Organisasi Kerja Sama Islam dan Gerakan Non[1]Blok, di sela-sela Sesi Debat Umum, Menlu konsisten memperjuangkan two-states solution dan menyerukan negara-negara untuk “walk the talk”. Tidak hanya rajin menyampaikan pernyataan politik.

Tidak lupa Menlu juga menyampaikan persiapan Keketuaan Indonesia pada ASEAN Tahun 2023. Konsisten dengan semangat multilateralisme, Indonesia menilai penting keberadaan ASEAN sebagai building block bagi perdamaian dan kesejahteraan.

Dalam pidatonya di PBB tahun 1960, Bung Karno berpesan bahwa “tugas kita bukannya untuk mempertahankan dunia ini, akan tetapi untuk membangun dunia kembali”.

Tanpa adanya perubahan paradigma dari  business as usual ke arah yang lebih aktif mengedepankan kolaborasi dan langkah nyata, dunia yang makmur akan sulit terwujud.[]

Don`t copy text!