Pada awal pembentukan dan penyelenggaraan di tahun 2008, BDF berangkat dari sebuah keyakinan bahwa promosi demokrasi merupakan sebuah cerminan dari komitmen Pemerintah Indonesia serta bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan luar negeri Indonesia. Menilik kembali pada konstelasi politik domestik pada saat itu Indonesia baru saja melalui sebuah proses reformasi yang tidak mudah.
Pemilu 1999 yang menjadi tonggak penting dalam demokratisasi yang merupakan pilar utama reformasi, secara cepat membuat demokrasi merasuk ke dalam kehidupan rakyat Indonesia dan bertransformasi menjadi sistem nilai berkebangsaan di Indonesia. Diplomasi sebagai alat memperjuangkan kepentingan nasional serta memproyeksikan sistem nilai nasional, menjadikan pemajuan Demokrasi menjadi salah satu agenda diplomasi yang penting bagi Indonesia
Urgensi pemajuan demokrasi juga semakin terasa dengan kondisi kawasan Asia-Pasifik yang hanya sepertiga menganut sistem demokrasi, sementara sisanya masih dalam kuasi demokratis maupun non demokratis, dengan sistem pemerintahan otoriter yang tidak sedikit. Di samping itu, tercatat bahwa dari sejumlah negara di dunia yang tidak menyelenggarakan pemilu, sebagian besar terkonsentrasi pada kawasan ini. Pada kondisi ini, Indonesia berupaya menjadi pionir untuk menanam benih demokrasi di kawasan.
BDF yang lahir dari proses internal demokratisasi yang penuh perjuangan, juga menjadikannya berbeda dari forum demokrasi lain di dunia. Kearifan nusantara turut mewarnai semangat pemajuan demokrasi. Indonesia meyakini bahwa demokrasi merupakan proses yang tumbuh dan berkembang dari inisiatif internal (home-grown). Tidak terdapat satu bentuk demokrasi rigid yang sama untuk semua negara, karena itu demokrasi merupakan proses yang terkait erat dengan nilai dan budaya negara terkait. Indonesia juga meyakini bahwa demokrasi adalah sistem
yang menjunjung tinggi nilai-nilai pluralisme dan keberagaman. Dan Indonesia juga berpandangan bahwa Demokrasi haruslah bersifat inklusif.
Pada beberapa tahun ke belakang, perkembangan BDF juga melebar tidak hanya melibatkan kalangan/pilar pemerintah. Tiga pilar lain yang turut berkembang dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan di antaranya Pilar Masyarakat Madani dan Media (yang dikenal dengan Bali Civil Society and Media Forum), Pilar Kepemudaan (Bali Democracy Student Conference), serta Pilar Ekonomi dan Bisnis. Pertemuan pilar-pilar ini kemudian diselenggarakan secara terpisah dari pertemuan utama melalui rangkaian Road to BDF, yang diselenggarakan 1 s/d 2 bulan sebelum penyelenggaraan BDF.
Hal ini selain memperluas diskusi mengenai demokrasi beserta berbagai isunya yang semakin beragam, juga menunjukkan bahwa demokrasi tidak dilakukan oleh pemerintah, namun menjadi milik bersama seluruh aspek masyarakat.
Sejak diinisiasi pertama kali, hingga penyelenggaraan yang ke-14 kalinya pada tahun 2021 yang lalu, keanggotaan BDF terus mengalami perkembangan. Hingga saat ini terdapat 73 negara peserta, yaitu negara-negara yang berada di kawasan Asia Pasifik. Kemudian, ada 56 negara peninjau serta 10 organisasi internasional. Kepesertaan tidak terbatas pada negara yang demokratis, namun BDF juga menerima berbagai negara yang belum maupun yang terinspirasi untuk menjadi demokratis. Hal ini berdasar pada keyakinan bahwa nilai demokratisasi yang menjunjung hak asasi manusia, kebebasan berpendapat, pemerintahan yang melibatkan seluruh pihak di dalam negeri, tidak eksklusif bagi segelintir, namun sesuatu yang perlu untuk terus ditularkan dan dikembangkan.[]
Add Comment