Previous Issue September 2021

Langkah Jitu Diplomasi Multilateral Indonesia Dukung Palestina

Febrian Alphyanto Ruddyard Direktorat Jenderal Kerja Sama Multilateral, Kemenlu RI

“Konflik Palestina-Israel merupaka konflik asimetris. Tidak tepat jika penyelesaiannya menggunakan cara mediasi, tetapi harus menggunakan solusi penegakan hukum Internasional.”

Menlu RI Retno Marsudi memimpin debat terbuka Dewan Keamanan PBB DK PBB dengan tema ?Menabur Benih Perdamaian: Meningkatkan Keselamatan dan Kinerja Misi Pemeliharaan Perdamaian (MPP) PBB? di Markas PBB di New York, Rabu (7/5/19)(Dok. Humas Kementerian Luar Negeri)

Indonesia secara konsisten mendukung kemerdekaan bagi Palestina. Bentuk dukungan tersebut melalui Diplomasi multilateral di kancah Internasional. Hal itu disampaikan Dirjen Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri Febrian Alphyanto Ruddyard. Menurutnya, ada lima pilar sebagai landasan dukungan Indonesia kepada Palestina. Pilar pertama, Palestina memiliki wilayah, Pemerintah, rakyat dan ini merupakan dasar dari sebuah negara. Kita tidak sepakat dengan illegal settelement, karenanya nanti wilayahnya akan dihabiskan.

Diplomasi kita jalankan di Majelis Umum dan Dewan Keamanan (DK) PBB. Isu penting yang menjadi perhatian kita adalah isu perbatasan dan kependudukan. Terlebih lagi, adalah bagaimana mengembalikan isu rakyat, hak kembali itu ada. Kalau bicara deal of the century merugikan Palestina. Kalau dipreteli satusatu nanti tidak ada negara Palestina yang punya wilayah, teritori dan rakyat. Untuk itu, kita bersikeras soal illegal setlement agar mengembalikan hak kembali rakyat.

Pilar kedua pengakuan. Bentuk dukungannya adalah bagaimana Palestina diakui menjadi sebuah Negara dan sejajar dengan bangsa lain. Masalahnya, masih banyak Negara yang tidak mengakui keberadaan Palestina. Upaya ini terus kita gaungkan di dunia Internasional agar Palestina sama atau sejajar dengan Negara lain. Misalnya, bagaimana Palestina masuk menjadi anggota WHO, UNESCO, meski banyak Negara yang menentang. Bagi kita Palestina itu adalah sebuah Negara, tinggal masalahnya bagaimana Pelestina bisa diterima dan diakui oleh PBB

Pilar ketiga capacity building, kalau Pemerintah Palestina sudah diakui maka harus disiapkan pengembangan kapasitas. Mempunyai kapasitas di seluruh perangkat, jadi bila sudah diakui sebagai Negara maka Palestina harus mempesiapkan kapasitas pemerintahan yang professional dan capable diseluruh perangkat dan lapisan pemerintahan.

Pilar keempat humanitarian. Dalam hal ini bukan hanya pemerintah tapi juga melibatkan NGO yang berarti satu paket. Jadi, bila saat di Palestina blokade maka kita harus menyiapkan bantuan kemanusia sebagai suatu keniscayaan.

Pilar kelima, harus ada tekanan ke Israel. Tekanan kepada Israel kita berikan dimana-mana. Misalnya terhadap aplikasi keanggotaan Israel pada berbagai organisasi internasional dan pencalonan Israel sebagai anggota biro di lingkungan badanbadan PBB, termasuk Dewan Keamanan PBB. Indonesia juga tidak akan membuka hubungan diplomatik dengan Israel sebelum Palestina memperoleh kemerdekaannya sebagai suatu negara berdaulat. Membuka hubungan diplomatik dengan Israel tidak akan menjamin selesainya isu Palestina. Bahkan, justru menunjukkan bahwa Israel bisa mengumpulkan Negara yang selama ini berseberangan. Kita harus paham yang kita hadapai adalah adalah Negara yang cukup punya record panjang dalam hal menepati janji dan melanggar hukum internasional. Kita melihat konflik Palestina-Israel sebagai konflik simetris. Jadi, tidak cocok digunakan cara mediasi yang cocok adalah penegakan hukum Internasional. Silahkan Negara mana saja yang mau jadi juru damai, tentu kita awasi dan bukan menetapkan sesuai kemauan sendiri. Seperti deal of the century usulan Donald Trump yang di tolak oleh rakyat Palestina. Solusi perdamaian Palestian-Israel hendaknya jangan sampai mencederai elemen dalam resolusi dewan keamanan PBB yang sudah jelas sebagai hukum Internasional.

Status Palestina di PBB Non Member Observer State

Charter PBB menetapkan bahwa aplikasi keanggotaan suatu negara dapat disetujui dengan syarat memperoleh rekomendasi dari Dewan Keamanan PBB. Rekomendasi DK PBB ini dapat diperoleh hanya dengan adanya keputusan DK PBB tanpa adanya veto dari kelima Anggota Tetap DK PBB. Selama ini masih sulit untuk dapat memperoleh dukungan yg bulat dari seluruh Anggota Tetap DK PBB, khususnya dari negara yang selama ini selalu mendukung Israel. Selama mereka tidak memberikan dukungan, sampai kapanpun status Palestina akan tetap menjadi non member observer state. Sebelumnya, status Palestina di PBB adalah entitas pemantau non anggota (non member observer entity) lalu posisinya naik menjadi negara pemantau non anggota (non member observer state). Dari sisi status di PBB, Palestina sudah mengalami kemajuan.
Jika dulu Palestina tidak dianggapnegara, sekarang sudah dianggap negara.Istilah atau status observer bisa dari organisasi, delegasi Internasional. Hanya saja, masalahnya adalah tidak bisa menjadi member sebelum ada rekomendasi dari Dewan Keamanan PBB.

Diplomasi Indonesia Melindungi Palestina dari “Trend Licik” Israel

Pertama, isu Palestina harus melibatkan mekanisme multilateral dan menjadi komitmen Internasional. Untuk itu, perlu ada Negara yang memiliki kekuatan besar sehingga bisa berperan sebagai mediator. Kedua, harus ada Negara yang mengingatkan bahwa isu Palestina-Israel menjadi pekerjaan rumah bagi dunia internasional yang belum selesai dan ketiga, harus ada Negara yang berperan untuk menekan Israel. Indonesia bisa berperan dalam ranah yang kedua dan ketiga yaitu selalu mengingatkan serta melakukan penekanan. Hingga saat ini Indonesia belum memiliki kapasitas menjadi mediator untuk mendamaikan Palestina-Israel. Negara besar seperti Amerika dan Inggris saja tidak bisa berbuat apa-apa dalam upaya mediasi mendamaikan antara Palestina dan Israel. Langkah Indonesia bisa melakukan koalisi dengan dunia internasional dan membagi divisi serta memasukkan lima pilar. Indonesia akan terus mengingatkan adanya parameter yang disepakati saat penjajahan Palestina terjadi. Di masa COVID-19 isu Palestina tenggelam.

Diplomasi Indonesia akan terus mengingatkan kepada dunia internasional, setiap hari masih terjadi pelanggaran HAM, pendudukan dan kejahatan di Palestina yang dilakukan Israel. Untuk itu, langkah yang dilakukan Menteri Retno saat terjadi serangan Israel ke Palestina, Menlu langsung terbang ke DK PBB di New York. Yaitu: menginisiasi di berbagai forum untuk pembahasan serangan Israel ke Majelis Umum PBB, bicara di OKI, serta di GNB. Langkah selanjutnya adalah mengangkat isu Palestina di berbagai Forum misalnya di DK PBB. Terlebih penting lagi, berbicara isu Palestina-Israel tidak saja generasi saat ini saja. Untuk bisa merubah kebijakan Dewan Keamanan PBB tidak cukup goverment to goverment (Pemerintah ke Pemerintah), antar parlemen, generasi ke generasi. Sehingga, ketika lima Negara pemegang Veto itu berubah, lalu muncul tokoh pemimpin di negera tersebut yang memiliki perhatian khusus terhadap Palestina. Diharapkan dengan perubahan pemimipin di Negara pemegang Veto yang Pro Palestina maka situasi juga akan berubah.[]

Don`t copy text!