Current Issue Desember 2022

Peran Kunci Formulasi Bali Declaration Terhadap Pencapaian Konsensus APEC

Melalui Outcome Document tersebut, para pemimpin Ekonomi APEC menyepakati komitmen bersama untuk terus mendorong pemulihan ekonomi paska COVID-19 dan menjawab tantangan global, seperti inflasi, krisis energi, krisis pangan, dan ancaman kesehatan masa depan

Oleh Muhammad Mirza Zen (Dit. KSIA Aspasaf

Presiden Indonesia, Joko Widodo telah menghadiri Rangkaian Pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) atau biasa disebut APEC Economic Leaders Meeting (AELM). Pertemuan dilaksanakan pada tanggal 18 – 19 November 2022, di Bangkok, Thailand dipimpin oleh Perdana Menteri Thailand, Y.M. Prayut Chan-o-cha selaku Tuan Rumah APEC 2022. KTT APEC dilaksanakan tepat setelah perhelatan KTT ASEAN di Kamboja, dan KTT G20 di Bali. Pertemuan KTT APEC tentunya tidak lepas dari kondisi persaingan geopolitik dan isu perang Ukraina yang menjadi penghalang utama bagi anggota APEC menca[1]pai kesepakatan. 

Sejak terjadinya perang di Ukraina pada bulan Pebruari lalu, isu perang Ukraina terus mewarnai pertemuan APEC walaupun forum ini seharusnya tidak membahas agenda politik. Bahkan, seluruh Pertemuan Tingkat Menteri Sektoral seperti Pertemuan Menteri Perdagangan, Menteri Keuangan, Menteri UMKM, dan Pertemuan Tingkat Menteri lainnya sepanjang tahun selalu gagal men[1]capai konsensus karena perbedaan yang tajam antara Negara Barat dan Russia. Pada akhirnya, Thai[1]land hanya berhasil mengeluarkan Chair’s Statement sebagai outcome document pada Pertemuan Tingkat Menteri Sektoral. Kegagalan ini ten[1]tu menjadi kekhawatiran anggota APEC dalam proses negosiasi outcome document.

Dalam rangkaian KTT APEC, Thai[1]land telah menargetkan 3 (tiga) outcome document untuk disepakati oleh Leaders dan Menteri, yaitu APEC Joint Ministerial Statement, APEC Leaders Declaration, dan juga APEC Bangkok Goals on Bio-Circular-Green (BCG) Economy. Proses negosiasi outcome document juga telah berlangsung dari tanggal 12 November, yang dihadiri oleh Pejabat Tinggi dari masing-masing anggota APEC.

Dalam perkembangannya, dokumen APEC Bangkok Goals on BCG Economy telah berhasil mencapai konsensus karena tidak berkaitan dengan isu-isu politis dan krisis yang saat ini terjadi. Dokumen ini berisi komitmen APEC untuk terus memperkuat kerja sama di bidang ekonomi yang berkontribusi positif terhadap agenda lingkungan. Dokumen ini diharapkan dapat menjadi acuan kerja sama APEC ke depan, terutama dengan mengadopsi pendekatan Bio-Circular-Green Economy. Di sisi lain, dokumen APEC Leaders Declaration dan APEC Joint Ministerial Statement belum mencapai titik terang karena posisi perbedaan pandangan terhadap perang Ukraina yang tidak kunjung berubah.[1]

Namun, tanggal 16 November G20 berhasil mencapai konsensus dan dokumen G20 Bali Declaration berhasil disahkan oleh para Pemi[1]mpin Negara yang hadir di Bali. Kesuksesan ini membawa angin segar dan semangat baru dalam dinamika negosiasi di APEC. Peran Indonesia dalam menjadi jembatan dan menengahi pihak-pihak yang berbeda pendapat pada G20 merupakan komitmen Indonesia dalam menjawab tantangan global, dan mengedepankan semangat kolaborasi. Hal ini juga membuktikan bahwa forum-forum seperti G20 dan APEC harus terus menunjukkan relevansinya di tengah krisis internasional.

Formulasi Bali Declaration yang juga telah disepakati pada forum G20, menjadi landasan utama bagi APEC dalam mencapai konsensus pada dokumen APEC Leaders Dec[1]laration dan APEC Joint Ministerial Statement. Pada akhirnya, kedua dokumen tersebut mengadopsi penuh formulasi Bali Declaration, kata-perkata, untuk menggambarkan situasi Perang Ukraina. 

Melalui Outcome Document tersebut, para pemimpin Ekonomi APEC menyepakati komitmen bersama untuk terus mendorong pemulihan ekonomi paska COVID-19 dan menjawab tantangan global, seperti inflasi, krisis energi, krisis pangan, dan ancaman kesehatan masa depan. APEC juga akan meningkatkan upaya koordinasi pergerakan lintas batas dan meningkatkan kawasan Asia-Pasifik yang terbuka dan saling terhubung untuk mendorong pemulihan ekonomi, serta mengatasi disrupsi supply chain. 

Dalam pertemuan KTT APEC, Presi[1]den Joko Widodo juga menyampaikan beberapa pokok utama intervensi antara lain: (1) Mening[1]katkan kerja sama konkret dari APEC, untuk menjawab tantangan global saat ini seperti ketahanan pangan, penguatan ekonomi digital dan transisi ekonomi hijau yang berkelanjutan sebagai upaya jangka panjang; dan (2) Membangun rantai pasok yang lebih resilien untuk menghadapi ancaman resesi serta hilirisasi industri,  dan kerja sama industri kreatif sebagai sumber pertumbuhan baru.

Sejalan dengan intervensi Presiden pada KTT APEC, Indonesia akan terus memajukan isu-isu strategis sepanjang APEC 2023 yang akan berlangsung di Amerika Serikat, termasuk upaya pemanfaatan tek[1]nologi digital dalam memperkuat ekonomi kreatif di Asia-Pasifik dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif.[]

Don`t copy text!